Total Tayangan Halaman

Selasa, 02 November 2010

Kontekstualisasi Sains dalam Islam



DUNIA tanpa batas (world bourderless) saat ini mengisyaratkan umat Islam harus peka dan tanggap terhadap isu-isu aktual dan faktual yang berlangsung. Kemajuan sains dan teknologi  begitu  cepat perlu diselaraskan dengan pemahaman sains dan disesuaikan dengan budaya yang ada. Pada hakikatnya, perkembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama Islam karena Islam adalah agama rasional.   
Surat al-Alaaq (ayat 1-5) merupakan dasar sains dan teknologi  dalam Islam. Allah memerintahkan kita membaca, meneliti dan mengkaji serta membahas  dengan kemampuan intektual. Surat ini merangsang daya kreativitas untuk berinovasi, mengembangkan keimanan dengan rasio dan logika yang dimiliki manusia. Kewajiban membaca dan menulis (memperdalam sains dengan meneliti) menjadi inheren Islam dan penguasaan dan keberhasilan suatu penelitian atas restu Allah.    
Istilah sains dan berbagai turunannya sering digunakan dalam al-Quran dalam arti umum (knowledge) termasuk makna sains alam dan kemanusiaan (sciences of nature and humanities). “Kami ajarkan kepadanya (cara) membuat baju besi untuk kalian supaya dapat melindungi Daud dalam pertempuran,” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 80). Istilah sains juga mencakup pengetahuan yang diwahyukan (revealed) maupun yang diperoleh (acquired). 
“Kemudian keduanya menjumpai salah seorang hamba kami yang telah kami karunia rahmat dan akmi ajarkan kepadanya pengetahuan dari kami,” (QS  Al Kahfi [18]: 65).
Penggunaan sains tergantung pada pribadi masing-masing bila penggunannya tidak sesuai dengan tujuannya akan mendatangkan mudharat, tapi bila penggunaan yang tepat sasaran akan memberikan manfaat yang lebih besar pada kehidupan manusia dan hal ini akan mendapat restu Allah.
Bagaimanapun ada batasan dan bentuk sains yang dianjurkan oleh Islam. Al-Quran umpamanya mengecam mereka yang mencari sejenis pegetahuan yang tidak menguntungkan (QS Al-Baqarah [2]: 102). Pemanfaatan sains akan merugikan umat manusia bila penggunaan yang salah dan tidak tepat sasaran. Penggunaan ilmu pengetahuan yang salah misalnya penemuan obat anti hamil yang sebenarnya ditujukan  untuk menekan angka kelahiran dalam program keluarga berencana. Namun disayangkan bagi mereka yang tidak bermoral banyak menggunakan obat itu sebagai alat kejahatan seksual. 
Sains yang bermanfaat dalam konteks Islam tertulis dalam Al-Quran juga mengandung makna perikehidupan manusia. Sains yang berguna dalam pandangan Islam ialah segenap sains yang dapat mendekatkan orientasi manusia kepada Tuhan, baik secara teoritis maupan praktis, atau dengan kata lain penerapan sains dasar dan sains terapan yang mengahasilkan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia adalah merupakan salah satu bentuk ibadah bagi penemu atau pelaksananya. 
Sesungguhnya sains yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia diridhai Allah Swt.  Nanum sebaliknya sains yang disalahgunakan akan menimbulkan kerusakan di muka bumi akan memberikan mudhorat. 
Penerapan sains yang benar dan tepat sasaran yang dilandasi oleh nilai Islam sebagai agama “Rahmatan lil alamin”  sudah pasti memberikan kemakmuran dan kesejahteraan serta mengangkat harkat dan martabat manusia lebih baik dan tinggi disisi Allah. Karena dalam Islam orang yang berilmu dan menggunakan ilmunya di jalan Allah untuk kemaslahatan umat manusia oleh Allah akan diangkat derajatnya lebih tinggi dari mereka yang tidak berilmu, karena dapat memberikan manfaat bagi orang lain.  
Al-Quran menjebut gejala-gejala alam sebagai tanda-tanda Tuhan dan menganjurkan kajian atas berbagai gejala alam sebagai jalan untuk menyembah Allah. Arti secara mendalam sebenarnya tafakur sesungguhnya adalah bukan sekadar mengagumi dan berdiam diri seperti orang menyaksikan suatu pemandangan yang sangat indah dan cantik, tetapi dibalik itu terkadung makna tindakan selanjutnya mempelajari sampai menemukan suatu bentuk sains maupun teknologi. Dalam surat al-’Alaq manusia diperintahkan membaca dan meneliti dan menulis (mengembangkan sains dan teknologi).
Sesungguhnya orang yang mengembangkan ilmu pengetahuan (sains) adalah orang yang sedang berjihad dijalan Allah.
Iman tanpa sains akan buta, karena sains itu adalah matanya iman yang dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sebaliknya sains tanpa iman akan biadap, karena iman akan menuntun manusia kepada hal-hal yang baik yang diridhoi Allah SWT.    
Oleh karena itu pemikir dan intelektual Islam harus berani dan terus menerus menyampaikan bahwa keserasian islam dengan sains dan teknologi bukan hanya sekadar pertukaran bebas ide ide (dialog intelektual) dan memperjuangkan untuk menyebarkan Islam dan mempertahankan tuduhan-tuduhan barat sebagai fundamentalisme yang tidak mengenal kompromi dan keterbelakangan. Tapi  kini intelektual muslim dan barat harus hidup dan bekerjasama sebagai tetangga.
Sementara perangkat mental ini sangat bervariasi pada setiap orang, maka pasti ada sebagin orang bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh sebahagian orang lain, atau dengan kata lain, sebagian orang memilki perangkat mental yang memadai sedangkan sebagian lain tidak. (E.F. Schumacher, A Guide for the Perplexed, 1977).
Dalam pandangan Al Qur’an umat manusia harus memiliki ilmu (sains) untuk memaknai  penciptaan Allah. Panca indera tidak cukup untuk memperoleh informasi yang ditulis dalam Al Qur’an atau yang dimaksud Allah SWT kalau tidak memiliki kompetensi khusus. Oleh sebab itu dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban manusia untuk mengisi kehidupan duniawi dan akhirat.
 Iman tanpa sains akan buta, karena sains itu adalah matanya iman yang dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sebaliknya sains tanpa iman akan biadap, karena iman akan menuntun manusia kepada hal-hal yang baik yang diridhoi Allah SWT.    
Oleh karena itu pemikir dan intelektual Islam harus berani dan terus menerus menyampaikan bahwa keserasian islam dengan sains dan teknologi bukan hanya sekedar pertukaran bebas ide ide (dialog intelektual) dan memperjuangkan untuk menyebarkan Islam dan mempertahankan tuduhan-tuduhan barat sebagai fundamentalisme yang tidak mengenal kompromi dan keterbelakangan. 
Tetapi sebagaimana kini intelektual muslim dan barat hidup dan bekerjasama sebagai tetangga. Maka debat-bedat ortodoks yang sengit, tendensius menyudutkan islam dan bersifat negatif akan segera memberikan jalan bagi dialog-dialog yang bersahabat dan konstruktif, yang bertujuan bukan untuk menghitung poin bagi satu kepercayaan dan peradaban atas yang lain. Tetapi untuk membantu menyuburkan respek bagi semua kehidupan manusia termasuk kehidupan flora dan fauna, dalam rangka menjaga kesimbangan dengan alam  dan perkembangan sain dan teknologi. (cmm)
Oleh: Hasan Basri Jumin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar