Total Tayangan Halaman

Rabu, 01 Desember 2010

Energi Sebuah Janji

OLEH : TINTA ZAITUN
Suatu ketika dalam majelis ilmu, Ishak bin Rahweh berkata pada murid-muridnya, “sekiranya ada di antara kalian yang mengumpulkan hadits – hadits shahih dari Rasulullah.” Dan kata-kata sederhana itu teramat menghentak kesadaran salah seorang muridnya yang hadir dalam majelis tersebut, Muhammad ibnu Ismail.
Maka dari hentakan kesadaran itu melahirkan janji yang begitu melegenda. Muhammad ibnu Ismail meneguhkan komitmen dirinya bahwa dialah yanhg akan menjawab harapan sang guru. Maka ia pun menghabiskan waktu mudanya berkelana melintasi gurun menyeberangi lautan demi mengumpulkan, mencermati, dan mengklasifikasi hadits-hadits yang ia dapatkan dan merangkumnya dalam jilid rapi.
Kita mengenal sosok itu dengan sebutan Imam Bukhari. Seorang pemuda yang memenuhi janjinya dengan karya besarnya yang sering kita sebut dengan Kitab Shahih Bukhori.
Dalam sebuah kesempatan di masa mudanya Sultan Muhammad II mendapatkan sebuah momentum paling menggugah dalam hidupnya, titik yang membuat ia berjanji dan berkomitmen penuh memenuhi panggilan itu, “Konstantinopel akan dapat ditaklukkan di tangan seorang laki-laki, maka orang yang memerintah disana adalah sebaik-baik penguasa, dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.” (HR. Ahmad).
Maka ia bertekad membayar cita-cita besar yang terucap untuk memenuhi harapan dalam hadits itu. Cita-cita demi menjawab sabda Rasulullah itu begitu menggebu sehingga ia kerahkan seluruh kemampuannya. Ia mendidik diri dengan pendidikan jiwa, membekali akalnya dengan ilmu pengetahuan. Ia siapkan pasukan tangguh seperti dalam hadits yang menggetarkan hatinya tersebut, sebaik-baik pasukan. Berbagai peralatan perang diciptakan. Hingga akhirnya Konstantinopel takluk ditahun 1953 M. Hari itu impian besar kaum Muslimin terbayar dibawah komando seorang pemimpin muda yang luar biasa, kita mengenalnya dengan Muhammad al Fatih Murrad.
Dua kisah diatas cukuplah kita jadikan teladan yang menciptakan kesadaran padadiri kita. Mereka telah mencontohkan bagaimana sebuah impian yang ditanam dalam sanubari telah melahirkan janji untuk meraihnya. Orang-orang besar memiliki impian-impian besar, dan sebagai konsekuensinya mereka membayar dengan kerja-kerja besar untuk meraih harapan atas impian tersebut.
Hentakan harapan itu berasal dari hati. Maka ia melahirkan janji untuk ditepati. Sebuah janji melahirkan kerja-kerja besar yang memangsa usia, menghabiskan umur. Hingga karya-karya besar tercipta menjadi legenda.
Tak jarang disepanjang jalan meniti janji itu godaan datang menyapa. Itu menjadi niscaya. Dan disitulah letak kemuliaan sebuah harapan, ia diuji diatas sebuah ketahanan dan kekuatan janji yang telah dipancangkan. Impian besar memiliki godaan yang setimpal.
Maka hanya orang-orang besarlah yang akhirnya mampu melampaui segenap rintangan yang menuntut harta, luka, bahkan jiwa sebagai tebusannya.
Di jalan pencapaian, kita meniti seutas janji demi gemintang harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar